Tarian tradisional Korea
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tarian tradisional Korea (한국 무용;
Hanguk Muyong) adalah bentuk seni
tari yang berasal dari
kebudayaan masyarakat Korea.
Tarian tradisional Korea dibedakan menjadi 2 buah kategori, yakni
tarian istana dan tarian rakyat. Teks sejarah menuliskan tentang
kegemaran rakyat Korea kuno menari dan menyanyi berhari-hari,
bermalam-malam sebagai bagian dari ritual pemujaan kepada
dewa-dewa. Mereka juga menari untuk mengekspresikan jiwa (
sin) dan kegembiraan (
heung).
Selendang
Melalui teks-teks kuno, penari Korea pada masa lalu selalu menari
dengan selendang panjang di tangan (hansam). Ada pepatah Korea yang
berbunyi, ”Seseorang yang memiliki selendang panjang adalah penari yang
bagus dan seseorang yang memiliki banyak uang adalah pedagang yang
sukses ” Hal ini mengilustrasikan hal yang dianggap penting sebagai
tarian yang indah oleh orang Korea kuno dan mengindikasikan gaya utama
tarian tradisional mereka.
Sejarah
Zaman Tiga Kerajaan
Korea memiliki
sejarah
tarian yang panjang dan beragam. Namun begitu, dikarenakan kondisi yang
tidak menguntungkan, hanya sedikit saja bahan bukti yang dapat
menjelaskan tentang tarian Korea di zaman kuno.
Goguryeo
Tari dari zaman kerajaan
Goguryeo (37 SM-668 M) merupakan bukti paling awal yang menunjukkan seni tari rakyat Korea. Ini diketahui melalui
lukisan dinding kuno bernama
Muyongchong
(Makam Penari) dari abad ke-5 sampai 6 Masehi. Lukisan dinding
Muyongchong memperlihatkan 5 orang penari mengenakan kostum dengan
selendang tangan yang panjang sambil berbaris dan mengangkat tangan.
Tujuh orang penyanyi laki-laki dan perempuan digambarkan berada di
bagian bawah lukisan.
Li Bai, seorang penyair
Cina yang terkenal menuliskan puisi tentang tarian Goguryeo pada saat dipentaskan di istana
Dinasti Tang, yang berbunyi:
Mengenakan mahkota emas, sang penari, |
Seperti kuda putih, berputar dengan gemulai |
Selendang putihnya berkibar melawan angin, |
Seperti burung, dari Laut Timur |
Baekje
Di Baekje, rakyatnya menarikan
Takmu, tarian yang ditampilkan pada saat musim tanam antara bulan
Mei sampai
Oktober. Tari ini tertulis pada teks sejarah dan diperkirakan merupakan asal mula dari kesenian
nongak (musik petani). Takmu merupakan tarian yang ditarikan secara berkelompok dimana semua warga
desa ikut berpartisipasi serta memainkan alat musik. Seorang
seniman Baekje bernama
Mimaji memperkenalkan kesenian
giak ke
Jepang dan sampai sekarang masih dipentaskan di Korea dan Jepang dalam bentuk
sendratari topeng.
Silla
Seni tari rakyat kerajaan
Silla mengkombinasikan elemen-elemen budaya dari
Baekje,
Goguryeo dan
Cina. Sebagian besar karya tari dan musik dipengaruhi oleh tema-tema
agama Buddha. Tari-tarian ini umumnya dinikmati oleh kaum
bangsawan. Beberapa buah tarian diwariskan ke dinasti-dinasti berikutnya sampai saat ini, antara lain
Geommu (tari pedang) dan
Cheoyongmu
(tari Cheoyong). Keduanya berasal dari tari rakyat namun diperkenalkan
ke istana sehingga memikat banyak orang dari kedua kelas. Jenis tarian
lain yang masih hidup saat ini antara lain
Muaemu (tari biksu Wonhyo), Saseonmu (tari empat dewa), dan
Seonyurak (tari pesta perahu). Geommu, Cheoyongmu, dan Muaemu adalah tarian yang bernuansa
patriotisme dan semangat, sementara
Saseonmu dan
Seonyurak lebih bertema harapan akan
perdamaian.
Dinasti Goryeo
Dinasti Goryeo (918-1392) menyerap dasar-dasar kebudayaan dan kesenian
Silla, termasuk seni tari. Berbagai
festival dari masa Silla seperti
Palgwanhoe dan
Yeondeunghoe masih dirayakan dengan meriah di periode ini, bahkan menjadi perayaan terpenting bagi kerajaan dan rakyat jelata. Walau
Buddhisme adalah agama negara, masyarakat Goryeo juga menganut agama asli,
Shamanisme.
Oleh karena itu, perayaan-perayaan agama Buddha dan Shamanisme dapat
berdampingan bahkan Palgwanhoe yang memuja dewa-dewa Shamnisme lebih
penting daripada Yeondeunghoe yang memuja Buddha. Kesenian agama Buddha
pun dipadukan dengan unsur-unsur Shamanisme yang kental.
Musik yang dimainkan dalam ritual agama Buddha dinamakan
Beompae dan tariannya dinamakan
Jakbeop, terutama dipentaskan untuk
mendoakan arwah orang mati. Tarian Jakbeop (Jakbeop-mu) sebagian besar ditampilkan dalam bagian shikdang-jakbeop pada
Yeongsanjae,
upacara agama Buddha Korea yang paling besar. Jakbeopmu mencerminkan
ritual Shamanisme yang dilakukan untuk menentramkan jiwa orang mati dan
mengirimkannya ke surga.
Dinasti Joseon
Dinasti Joseon menjunjung tinggi paham
Konfusianisme,
yang ditunjukkan dengan perubahan tatanan masyarakat dari aristokratik
menjadi birokratik. Karena paham Konfusianisme dalam pemerintahan Joseon
mencakup aspek
ritual (ye) dan
musik
(ak), maka raja ikut mendukung bidang seni dan kebudayaan. Hal ini
kemudian memajukan pembinaan tari-tarian istana. Jumlah tari-tarian baru
yang diciptakan mencapai 36 tari. Total jika digabungkan dengan tari
dari masa sebelumnya hingga akhir dinasti, mencapai 53 buah tari-tarian.
Perkembangan pesat dalam seni tari dan musik adalah salah satu dari
tujuan memperkuat fondasi dinasti selain sebagai harapan akan
kesejahteraan bangsa dan negara. Di awal periode ini,
Raja Sejong
mulai bertanggung jawab mengelola bidang seni musik dan tari Joseon.
Banyak karya musik dan tari diciptakan dan pada masa pemerintahannya,
tidak hanya repertoar musik menjadi semakin bervariasi, namun untuk
pertama kalinya beberapa tarian dikombinasikan menjadi pertunjukkan
drama. Selain itu, langkah besar diambil dalam bidang musik dan tari
dengan mempraktikkan ”Yin Yang dan Lima Negara” menjadi tarian baru,
contohnya adalah
Obang Cheoyongmu dan
Jeongdaeeop.
Komentar
Posting Komentar